Sebanyak 5.461 kasus Flu Singapura atau penyakit tangan, kaki dan mulut (HFMD) terdeteksi di Indonesia sejak Januari hingga Maret 2024, menurut data Kementerian Kesehatan.
Dokter spesialis anak, Edi Hartoyo, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan Flu Singapura secara umum tergolong ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa momen mudik Lebaran berpotensi mempercepat penyebarannya, terutama di kalangan bayi dan balita.
"Karena anak ini penyakitnya ringan, orang tua tidak sadar bahwa dia kena Flu Singapura, lalu pulang kampung saja naik bus, kumpul dengan orang banyak. Maka risikonya bisa meluas," ujar Edi kepada BBC News Indonesia.
Dihubungi terpisah, epidemiolog Dicky Budiman mengatakan penyakit endemik di Asia Tenggara ini "akan selalu mengalami lonjakan wabah setiap tahun" saat libur hari besar.
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr Achmad Farchanny Tri Adriyanto, sebelumnya menyatakan catatan kasus Flu Singapura pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
"Ini seiring juga dengan perkembangan kasus di negara lain seperti di Singapura juga sedang tinggi," kata Achmad dilansir dari Detik.com.
Pada awal Maret lalu, Putri Anisa Yuliani, 32, dibuat pusing karena kedua anaknya terpapar Flu Singapura.
Situasi ini berawal ketika anak pertamanya yang berusia enam tahun mengalami demam sepulang menginap dari rumah eyangnya.
“Panasnya lumayan sampai 38 sampai 39 derajat [Celcius]. Dan itu bertahan sampai dua hari.
“Waktu demamnya sudah reda, bintil merahnya baru muncul dan lumayan banyak di telapak kaki dan telapak tangan,” sambungnya.
Setelah empat hari, giliran anak keduanya yang berusia 1 tahun 9 bulan mengalami gejala serupa. Tetapi kali ini, demamnya hanya satu hari dan bintil-bintil merah langsung muncul terutama di mulutnya.
“Jadi tidak nafsu makan. Terus kalau malam tidurnya susah, gelisah, nangis terus. Mungkin badannya terasa enggak enak,” kenang Putri.
Putri sudah curiga sejak awal bahwa anaknya terinfeksi Flu Singapura, sebab dia pernah mencari tahu penyakit ini sejak 2022. Itu terkonfirmasi ketika dia membawa anaknya berobat ke dokter.
Seorang ibu lainnya, Wita Adelina, 31, mengatakan putranya berusia tiga tahun, demam setelah pulang dari taman bermain.
"Dia biasanya suka banget makan, mendadak hari itu dia enggak mau makan karena katanya mulutnya sakit," kata Wita.
Ketika dia mengecek mulut anaknya, ternyata ada banyak bintil-bintil. Begitu pula di telapak tangan dan kakinya.
Wita kemudian membawa anaknya ke dokter. Dokter mengatakan tidak ada obat antivirus yang khusus mengatasi Flu Singapura. Namun, Wita tetap diberi obat antivirus untuk anaknya.
Lima hari setelahnya, anaknya sembuh dengan sendirinya.
Apa sebenarnya infeksi Flu Singapura, bagaimana ciri dan gejalanya, lalu apakah orang tua perlu khawatir? Berikut penjelasan pakar.
Apa itu Flu Singapura?
Dokter spesialis anak, Edi Hartoyo, mengatakan infeksi yang oleh masyarakat awam disebut sebagai Flu Singapura sebenarnya adalah hand, foot, mouth desease (HFMD).
Ini adalah kumpulan gejala berupa lesi kulit (benjolan, bercak, luka) yang disebabkan oleh virus coxsackie dan enterovirus.
“Kenapa disebut penyakit tangan kaki dan mulut? Karena khasnya ada lesi di mulut, di telapak kaki, telapak tangan, walaupun gejalanya bisa ke seluruh tubuh,” jelas Edi dalam konferensi pers pada Selasa (02/04).
Flu Singapura biasanya menyerang bayi dan balita berusia kurang dari lima tahun. Sementara orang dewasa disebut “sangat jarang” terkena penyakit ini, dan lebih berpotensi menjadi pembawa atau carrier.
Namun, dia mengatakan penyebutan istilah “Flu Singapura” untuk penyakit ini sebetulnya “tidak tepat”.
Pasalnya, penyakit ini bukan berasal dari Singapura dan sudah terdeteksi sejak tahun 1957 di Kanada. Hanya saja penyakit ini sempat mewabah pada 2005-2006 di Singapura.
“Sebenarnya asalnya bukan dari Singapura, tapi pada tahun 2006 di Singapura ada kejadian kasus ini dan ada yang meninggal sehingga terkenalnya Flu Singapura. Padahal sebetulnya nama benarnya adalah penyakit tangan, kaki, dan mulut,” jelas Edi.
Flu Singapura juga pernah mewabah di Malaysia, China, Taiwan, dan Vietnam.
Kejadian terbesar terkait wabah ini terjadi pada tahun 1998 di Taiwan yang menginfeksi lebih dari 120.000 orang dan menyebabkan 78 kematian.
Bagaimana penularannya?
Penularan Flu Singapura bisa terjadi dari kontak langsung dengan droplet atau cipratan liur lewat batuk dan bersin. Selain itu, bisa juga melalui paparan lendir, cairan blister dan feses.
Virus ini juga dapat menular secara tidak langsung lewat benda-benda yang terpapar.
“Misalnya pada menggunakan handuk bersamaan di mana anak ini terkena Flu Singapura, kemudian baju, peralatan makan, dan mainan juga bisa kena. Artinya, sangat mudah menular,” papar Edi.
Ketika virus sudah masuk ke saluran pernapasan, maka dia akan menyebar ke kelenjar limfa dalam waktu 24 jam.
Menurut Dicky Budiman, tingkat imunitas dan kualitas sanitasi masyarakat menjadi penentu penyebarannya.
Bagaimana ciri-ciri dan gejalanya?
Ciri khas dari penyakit ini, menurut Edi, adalah munculnya lesi kulit pada telapak tangan, telapak kaki, dan mulut.
Anak yang terinfeksi Flu Singapura biasanya juga mengalami demam dan kehilangan nafsu makan.
Berdasarkan penelitian IDAI di Banjarmasin pada 2016, dari 2000 kasus terdapat 72% penderita mengalami demam, 100% mengalami lesi di kulit, 83% merasakan nyeri saat menelan sehingga sulit makan. Ada pula gejala-gejala lain seperti batuk, pilek, diare, hingga muntah.
“91% kasus mesti ada lesi di mulut, telapak tangan, dan kaki. Tapi apakah di semuanya harus ada [lesi]? Ternyata tidak,” papar Edi.
Ada yang lesi kulitnya hanya muncul di salah satu atau salah dua bagian tubuh tersebut.
Secara umum, penyakit ini dapat sembuh sendiri.
Akan tetapi, Edi juga mengingatkan agar para orang tua waspada ketika gejala-gejala mengarah infeksi berat muncul, seperti demam tinggi di atas 39 derajat Celcius, kemudian napas cepat hingga kejang.
Salah satu komplikasi yang bahaya Flu Singapura adalah dapat menyerang otak sehingga menyebabkan meningitis dan ensefalitis.
Meskipun, Edi mengatakan kasus dengan komplikasi seperti ini “sangat jarang terjadi”.
“Kalau ada anak nyeri kepala, kaku kuduk, anaknya tidak sadar, kejang, koma, bahkan menyebabkan kelumpuhan,” jelas Edi.
Selain itu, Edi menambahkan bahwa virus ini “tidak menghasilkan kekebalan”.
“Artinya, kalau musim ini kena, musim depan juga bisa kena lagi kalau dia kontak. Jadi tidak ada kekebalan untuk HFMD atau virus singapura ini,” kata Edi.
Apa bedanya dengan cacar dan sariawan?
Flu Singapura juga berbeda dengan cacar air. Biasanya, cacar air muncul di badan, lalu keluar dan tepian bintik lesinya berwarna merah. Sementara Flu Singapura tidak.
Lesi kulit pada Flu Singapura juga biasanya muncul di telapak tangan, telapak kaki, dan mulut. Sedangkan cacar air muncul di badan dan jarang ada lesi yang muncul di telapak tangan, kaki dan mulut.
Flu Singapura juga berbeda dengan sariawan biasa. Pada kasus sariawan biasa, bintilnya hanya muncul di mulut, sementara pada kasus HMFD muncul di tangan dan kaki juga.
"Tapi kalau ada di kaki, tangan, mulut, maka berarti kemungkinan Flu Singapura. Wujud kelainannya kalau di mulut memang hampir sama dengan orang sariawan, jadi bedanya pada lokasinya," jelas Edi.
Bagaimana penanganannya?
Edi mengatakan penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam kurun tujuh hingga 10 hari.
Sejauh ini, belum ada antivirus yang secara khusus dapat menangani kasus Flu Singapura. Vaksinasi khusus untuk virus ini juga belum tersedia secara khusus, meskipun mulai ada penelitian terkait ini di beberapa negara.
“Yang penting adalah istirahat cukup, makan banyak, minum cairan oralnya banyak untuk mencegah dehidrasi,” kata Edi.
Nutrisi yang baik juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga tidak membutuhkan pengobatan yang spesifik.
Anak yang terpapar juga direkomendasikan untuk menjalani isolasi di rumah untuk mencegah penularan ke anak-anak lain.
Lalu apakah harus sampai mengisolasi anak selama dua pekan seperti informasi yang beredar di media sosial? Edi mengatakan tidak. Anak cukup beristirahat sampai sembuh saja.
Mengapa kasusnya meningkat?
Dicky Budiman mengatakan faktor utama penyebab lonjakan kasus Flu Singapura di Indonesia adalah peningkatan mobilitas masyarakat.
"Kejadiannya terutama pada saat anak berusia antara 0-12 tahun mengalami peningkatan mobilitas. Kalau di Indonesia artinya terkait dengan libur hari besar," kata Dicky.
Sementara itu, menurut Edi, kasusnya meningkat bisa jadi dipicu oleh penanganan terhadap flu singapura yang tidak seketat penyakit menular lainnya seperti Covid-19.
“Kalau orang kena Covid-19 pasti akan isolasi, tapi kalau orang kena Flu Singapura tetap sekolah. Itulah yang menyebabkan penularannya tinggi, karena tidak seketat Covid-19.
Bagaimana cara mencegah penularannya?
Lantaran penularan virus ini terjadi melalui kontak dan droplet, maka pencegahannya mirip dengan cara pencegahan Covid-19.
“Menjaga sanitasi baik diri sendiri maupun lingkungan, cuci tangan setelah berinteraksi dengan penderita, atau memegang alat misalnya gelasnya dan yang lainnya karena bisa menempel,” jelas Edi.
Peralatan pribadi orang yang terinfeksi juga sebaiknya disterilkan.
Meski demikian, penyakit Flu Singapura tergolong “ringan” meski menular. Oleh sebab itu, tidak perlu pembatasan aktivitas berskala besar saat pandemi Covid-19.
Akan tetapi, Edi mengingatkan bahwa momentum mudik Lebaran berpotensi memperluas penyebaran kasus ini.
Untuk mencegah itu, Edi menyarankan agar anak-anak yang menunjukkan gejala bintil di tangan, kaki, dan mulutnya sebaiknya berdiam diri di rumah dulu untuk mencegah penularan lebih lanjut.
"Yang kedua dengan cara menaikkan daya tahan tubuh anak. Caranya dengan suruh istirahat yang cukup, nutrisi yang baik, dan banyak minum. Daya tahan tubuh yang baik bisa menghalau virus apa pun yang masuk," kata dia.