Fenomena bank bangkrut yang terjadi sejak awal 2024 kini bertambah dengan adanya ribuan ATM kena 'suntik mati' dalam setahun terakhir.
Tercatat sejak awal 2024, sudah ada 9 bank bangkrut usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha bank. Akan tetapi, nasabah tidak perlu khawatir soal nasib uang simpanannya selama masih dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Belum lama ini OJK sudah mencabut izin dua bank yang merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Pertama, ada PT BPR Bali Artha Anugrah yang dicabut izinnya oleh OJK mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-34/D.03/2024 tanggal 4 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Bali Artha Anugrah.
Kedua, PT BPR Sembilan Mutiara di Sumatera Barat bangkrut dan dicabut izinnya oleh OJK mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-33/D.03/2024 tanggal 2 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT BPR Sembilan Mutiara.
Secara keseluruhan sudah ada 9 bank bangkrut di Indonesia, antara lain PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.
Tak berhenti di situ, kini industri perbankan di RI kompak 'suntik mati' ribuan terminal ATM dalam setahun terakhir.
Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis OJK baru-baru ini, jumlah terminal ATM/CRM/CDM di bank umum mencapai 91.412 unit pada akhir 2023. Terjadi penurunan 2.604 terminal ATM/CRM/CDM di bank, dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 terminal.
Selain jumlah ATM, transaksi memakai kartu ATM pun turun. Mengacu statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) Bank Indonesia (BI), jumlah transaksi kartu ATM turun 7,33% secara tahunan (year on year/yoy) pada Januari 2024, menjadi 583,02 juta transaksi.
Adapun, nilai transaksi kartu ATM dan debit turun 7,68% yoy menjadi Rp593,43 triliun pada Januari 2024.
Penurunan jumlah ATM dan transaksinya itu terjadi seiring dengan pesatnya digitalisasi perbankan. BI mencatat nilai transaksi digital perbankan pada awal tahun atau Januari 2024 telah mencapai Rp5.335,33 triliun, tumbuh 17,19% yoy.
Nilai transaksi uang elektronik meningkat 39,28% yoy mencapai Rp83,37 triliun pada Januari 2024. Sementara, nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh pesat 149,46% yoy, mencapai Rp31,65 triliun.
Jumlah pengguna QRIS mencapai 46,37 juta dan jumlah merchant 30,88 juta, yang sebagian besar merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Merespons hal tersebut, Direktur Retail Funding and Distribution PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Andrijanto menilai penyebab turunnya transaksi di ATM salah satunya disebabkan oleh makin terbiasanya masyarakat bertransaksi melalui BRImo dan channel digital
BRI mencatat terjadi penurunan transaksi ATM 14% secara tahunan. Penurunan transaksi ATM ini terutama terjadi untuk transaksi tarik tunai. Tahun ini, BRI juga memproyeksikan transaksi di ATM akan menurun 10%.
"Hal ini mengingat shifting perilaku yang terjadi di masyarakat serta berbagai inisiatif penguatan platform digital yang berdampak pada shifting dari transaksi cash menjadi cashless," kata Andrijanto kepada Bisnis.com.
Di sisi lain, ATM masih memegang peran penting bagi PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) seiring dengan peningkatan transaksi.
"BCA melihat kehadiran mesin ATM masih berperan penting dan menjadi pilihan masyarakat dalam melakukan transaksi perbankan," ujar EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn.