Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa Pilpres 2024 masih jadi sorotan publik.
Jelang putusan MK, tersiar kabar bakal ada aksi damai yang dilakukan ratusan ribu pendukung Prabowo-Gibran di Mahkamah Konstitusi.
Tengok respons tak terduga Gibran Rakabuming Raka soal aksi damai 100 ribu pendukungnya jelang putusan MK soal sengketa Pilpres 2024.
Putra sulung Jokowi tersebut justru mengaku tak tahu menahu soal aksi damai tersebut.
Selengkapnya ada dalam artikel ini.
Persisnya, cawapres terpilih Gibran Rakabuming Raka mengaku tidak tahu mengenai pendukungnya yang akan menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, pada Jumat (19/4/2024).
Gibran bahkan tanya ke awak media dimana akan diselenggarakan aksi ini.
“Kurang tahu saya. Dimana?” tanyanya di kantornya, Kamis (19/4/2024).
Ia juga tidak tahu mengenai basis massa yang akan menjadi peserta aksi.
Kabarnya, aksi diikuti oleh para pendukung pasangan capres cawapres terpilih Prabowo-Gibran.
“Kurang tahu saya. Kurang tahu (basis massanya),” jelas putra sulung Presiden Jokowi itu.
Walau demikian, Gibran meminta agar pendemo tetap tertib dan tidak mengganggu aktivitas warga sekitar.
“Ya yang penting tertib semua. Dan tidak mengganggu aktivitas warga sekitar,” jelasnya.
Baca juga: Jelang Putusan Sidang MK, Pengamat Prediksi Bakal Ada Kejutan dan Gibran tak akan Didiskualifikasi
100 ribu pendukung gelar aksi
Setidaknya akan ada Seratusan ribu pendukung Prabowo-Gibran yang akan berunjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi.
Hal ini diungkapkan oleh Komandan Tim Kampanye Nasional bidang relawan atau TKN Golf Prabowo-Gibran Haris Rusli Mouti.
Ia mengatakan aksi ini untuk merespons berbagai tuduhan kepada pemilih pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 tersebut.
Ia juga menekankan jumlah suara 96,2 juta yang diraih pasangan Prabowo-Gibran dicapai dengan demokratis.
Pihaknya pun menolak tuduhan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran karena intervensi bantuan sosial atau bansos.
Haris pun mengimbau pendukung dan pemilih pasangan Prabowo-Gibran bisa menyampaikan aspirasi secara tertib dan damai.
Baca juga: Alasan Tim Hukum Ganjar-Mahmud Sebut Perolehan Suara Prabowo-Gibran Nol, Harus Pemungtan Suara Ulang
Inilah sejumlah prediksi keputusan MK atau hasil sidang MK Pilpres 2024 dari sejumlah pengamat:
1. Gugatan Anies-Ganjar Dikabulkan
Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana memprediksi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 atau sengketa Pilpres yang diajukan oleh kubu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Ini artinya kata Denny, MK akan memutuskan membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 sesuai versi KPU.
Prediksi itu diungkapkan Denny melalui unggahan narasi di akun media sosial X pribadinya yakni @dennyindrayana, Rabu (27/3/2024).
Menurut Denny prediksinya itu, setelah IA melihat dan mencermati sejumlah faktor termasuk komposisi Hakim Konstitusi yang menangani gugatan sengketa Pilpres di MK.
WartaKotalive.com sudah meminta izin ke Denny Indrayana untuk mengutip pernyataan di akun X pribadinya tersebut dan mengizinkannya.
"Prediksi saya, ada potensi permohonan Paslon 01 dan 03 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Denny.
"Prediksi itu dilandaskan bukan hanya pada argumentasi di dalam posita Permohonan dan alat-alat bukti yang diajukan oleh Tim Hukum Paslon 01 dan 03, tetapi lebih jauh setelah mencermati komposisi Majelis Hakim MK yang menyidangkan sengketa Pilpres 2024," kta Denny.
Menurut Denny tanpa adanya Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan paman Gibran atau ipar Jokowi, sebagai salah satu hakim yang menangani kasus ini, maka potensi dikabulkannya gugatan kubu Anies dan Gibran semakin besar.
"Dengan majelis yang hanya 8 (delapan) orang, tanpa Hakim Konstitusi Anwar Usman, maka dibutuhkan minimal 4 (empat) hakim saja, dengan Ketua MK Suhartoyo berada di posisi mengabulkan, untuk putusan diskualifikasi Paslon 02, menjadi mungkin terjadi," kata Denny.
Untuk itu Denny mengajak kita melihat apakah prediksinya itu benar atau tidak.
"Apakah prediksi itu menjadi kenyataan? Kita lihat saat putusan dibacakan beberapa hari ke depan," katanya.
Peluang Permohonan Penggugat Diterima atau Ditolak Masih Terbuka
Pengamat hukum tata negara Herdiansyah Hamzah Castro menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu melihat masalah proses penyelenggaran Pemilihan Umum (pemilu) dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres.
Adapun RPH dimulai hari ini, Sabtu (6/4/2024), usai MK melaksanakan sidang dan mendengar keterangan para saksi dan ahli, termasuk keterangan empat menteri Presiden Joko Widodo.
Ia mengungkapkan, Mahkamah bisa tidak hanya melihat dari hasil perolehan suara paslon tertentu, melainkan dengan cara apa suara tersebut diperoleh.
"Perkara pemilu itu menurut saya mesti meletakkan Mahkamah sebagai pihak yang tidak hanya memotret suaranya, tetapi juga memotret bagaimana atau dengan cara apa angka-angka itu diperoleh. Itu menjadi pintu masuk apakah ada atau benar apa yang didalilkan oleh para pemohon 01 dan 03 soal pelanggaran yang bersifat TSM," kata Herdiansyah Hamzah Castro saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/4/2024).
Ia tidak memungkiri, akan terjadi dinamika yang cukup tajam dalam RPH untuk memutus perkara Pilpres 2024.
Sebagian dari 8 hakim yang ikut mengadili, bisa saja menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atau alasan berbeda (concurring opinion).
Terlebih, ketika Mahkamah berusaha memulihkan kepercayaan publik yang sempat hilang atas putusan nomor 90 tahun lalu tentang batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden.
"Jadi dinamikanya cukup tajam di dalam RPH hakim ini karena bukan hanya soal substansi yang akan diputuskan tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap Mahkamah," ucap Herdiansyah.
Adapun dalam penentuan keputusan, Mahkamah akan mengacu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Menurutnya, ada beberapa jenis amar putusan yang bisa saja dikeluarkan MK.
Pertama, MK dapat menyatakan permohonan penggugat tidak dapat diterima karena terdapat masalah dalam persoalan formil, persoalan legal standing pemohon objek yang dimohonkan, dan sebagainya.
Kedua, mahkamah bisa mengabulkan permohonan baik sebagian atau seluruhnya, jika dalil-dalil yang diajukan pemohon dianggap beralasan oleh MK.
"Tetapi kalau kemudian Mahkamah menganggap bahwa dalil-dalil yang dimohonkan oleh para pemohon tidak beralasan, maka permohonan bisa saja ditolak oleh Mahkamah," ucapnya. Di sisi lain, Mahkamah dapat menambahkan amar putusan jika dipandang perlu menurut beleid tersebut.
Termasuk kata dia, amar putusan agar para termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperbaiki kelemahan dalam sistem Pemilu.
"Soal bansos misalnya, bisa saja kemudian Mahkamah menambahkan amar bahwa tidak diperbolehkan pemberian bansos misalnya 6 bulan, sebelum masa pencoblosan. Itu bayangan-bayangan yang bisa saja muncul dalam putusan mahkamah," jelas Herdiansyah.